TEMPO Interaktif, Jakarta:Direktur Global Market Research Deutsche Bank, Taimur Baig, mengatakan karakter perekonomian Indonesia tahun ini adalah pertumbuhan perekonomian yang tinggi dengan tingkat inflasi yang tinggi pula.
"Pertumbuhan ekonomi masih tinggi dan akan meningkat karena konsumsi dan investasi masih akan terus naik, tapi inflasi juga tetap tinggi" kata Baig kemarin di Jakarta.
Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai 6,5 persen. Namun Deutsche Bank juga memprediksi inflasi akan naik menjadi 6,5 persen, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit 2 persen dari total produk domestik bruto (PDB) dan neraca perdagangan 6,1 persen dari total PDB. Dengan asumsi harga minyak dunia US$ 75 per barel dan pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Deutsche Bank memiliki skenario lain mengenai proyeksi perekonomian Indonesia tahun ini dikaitkan dengan harga minyak dunia dan kebijakan yang akan dilakukan pemerintah.
Pertama, bila harga minyak dunia tetap pada level US$ 100 per barel dan pemerintah tidak menaikan harga BBM, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi 6,3 persen dengan inflasi 7,5 persen dan defisit APBN 2,5 persen dari total PDB dan neraca perdagangan 2 persen dari total PDB.
Kedua, bila harga minyak tetap US$ 100 per barel dan pemerintah menaikan harga BBM 20 Persen maka pertumbuhan ekonomi menjadi 6,1 persen dengan inflasi 11 persen, APBN akan defisit 2,2 persen dari total PDB dan neraca perdagangan menjadi 3,5 persen dari total PDB.
Mengenai pelambatan ekonomi yang terjadi di Amerika, Baig mengatakan, Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya akan terkena dampaknya walaupun tidak terlalu besar.
Baig menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan pelambatan ekonomi Amerika berdampak terhadap Asia. Pertama, akan adanya penurunan permintaan barang oleh Amerika terhadap Asia. Kedua, korelasi antara investasi dengan ekspor, dan terakhir korelasi perekonomian Amerika-Asia lebih besar dari pada korelasi ekonomi antara Asia dengan Cina dan India, yang kini disebut-sebut sebagai magnet baru dalam perekonomian dunia.
"Fundamental perekonomian Cina dan India menjadi penahan dampak melambatnya ekonomi Amerika bagi negara-negara Asia lainnya" kata Baig.
l Ari Astri Yunita
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/01/18/brk,20080118-115706,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar