Selasa, 29 November 2011

Koperasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Cloyne Court Hotel, koperasi di Berkeley, Amerika Serikat
Koperasi konsumen di Inggris membentuk pergerakan koperasi internasional yang pertama

Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.[1] Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.[2]
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Prinsip koperasi
* 2 Bentuk dan Jenis Koperasi
o 2.1 Jenis Koperasi menurut fungsinya
o 2.2 Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja
o 2.3 Jenis Koperasi menurut status keanggotaannya
* 3 Keunggulan koperasi
* 4 Kewirausahaan koperasi
* 5 Pengurus
* 6 Koperasi di Indonesia
o 6.1 Sejarah koperasi di Indonesia
o 6.2 Fungsi dan peran koperasi Indonesia
o 6.3 Koperasi berlandaskan hukum
* 7 Arti Lambang Koperasi
* 8 Referensi

[sunting] Prinsip koperasi

Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama.[3] Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah

* Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
* Pengelolaan yang demokratis,
* Partisipasi anggota dalam ekonomi,
* Kebebasan dan otonomi,
* Pengembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi.[4]

Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:

* Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
* Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
* Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
* Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
* Kemandirian
* Pendidikan perkoperasian
* Kerjasama antar koperasi

[sunting] Bentuk dan Jenis Koperasi
[sunting] Jenis Koperasi menurut fungsinya

* Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.
* Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.
* Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
* Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi.

Apabila koperasi menyelenggarakan satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative), sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).
[sunting] Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja

* Koperasi Primer

Koperasi primer ialah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan.

* Koperasi Sekunder

Adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi :

* koperasi pusat - adalah koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer
* gabungan koperasi - adalah koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat
* induk koperasi - adalah koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi

[sunting] Jenis Koperasi menurut status keanggotaannya

* Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.
* Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar.

Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut fungsinya.
[sunting] Keunggulan koperasi

Kemungkinan koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonomi, aktivitas yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.
[sunting] Kewirausahaan koperasi

Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama.[5] Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif[5]
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama.[5] Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.[5]
[sunting] Pengurus

Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota.[6] Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota sendiri.[6] Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialah mereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota).[6]
[sunting] Koperasi di Indonesia

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.[4] Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.[4]
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).[4]
[sunting] Sejarah koperasi di Indonesia
Logo Gerakan Koperasi Indonesia

Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya.[7] Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak.[7] Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.[7]

Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi).[7] Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi.[7] Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman.[7] Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda.[8] De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.[7] Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon.[7] Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi.[7] Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik.[7] Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi.[7] Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI).[7] Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.[7]

Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:[9]
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat.[8] Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.[8]
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi.[8] Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.[8]

Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya.[9] Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia.[9] Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai.[9] Awalnya koperasi ini berjalan mulus.[9] Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.[9]

Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.[9] Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.[9]
[sunting] Fungsi dan peran koperasi Indonesia

Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.[3]
[sunting] Koperasi berlandaskan hukum

Koperasi berbentuk Badan Hukum menurut Undang-Undang No.12 tahun 1967 adalah [Organisasi]] ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama, berdasarkan asas kekeluargaan.[10] Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hukum pajak.[11]
[sunting] Arti Lambang Koperasi

Arti dari Lambang :
No Lambang Arti
1 Perisai Upaya keras yang ditempuh secara terus menerus. Hanya orang yang pekerja keras yang bisa menjadi calon Anggota dengan memenuhi beberapa persyaratannya.
2 Rantai (di sebelah kiri) Ikatan kekeluargaan, persatuan dan persahabatan yang kokoh. Bahwa anggota sebuah Koperasi adalah Pemilik Koperasi tersebut, maka semua Anggota menjadi bersahabat, bersatu dalam kekeluargaan, dan yang mengikat sesama anggota adalah hukum yang dirancang sebagai Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART) Koperasi. Dengan bersama-sama bersepakat mentaati AD/ART, maka Padi dan Kapas akan mudah diperoleh.
3 Kapas dan Padi (di sebelah kanan) Kemakmuran anggota koperasi secara khusus dan rakyat secara umum yang diusahakan oleh koperasi. Kapas sebagai bahan dasar sandang (pakaian), dan Padi sebagai bahan dasar pangan (makanan). Mayoritas sudah disebut makmur-sejahtera jika cukup sandang dan pangan.
4 Timbangan Keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi. Biasanya menjadi simbol hukum. Semua Anggota koperasi harus adil dan seimbang antara "Rantai" dan "Padi-Kapas", antara "Kewajiban" dan "Hak". Dan yang menyeimbangkan itu adalah Bintang dalam Perisai.
5 Bintang Dalam perisai yang dimaksud adalah Pancasila, merupakan landasan ideal koperasi. Bahwa Anggota Koperasi yang baik adalah yang mengindahkan nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan, yang mendengarkan suara hatinya. Perisai bisa berarti "tubuh", dan Bintang bisa diartikan "Hati".
6 Pohon Beringin Simbol kehidupan, sebagaimana pohon dalam Gunungan wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga. Dahan pohon disebut kayu (dari bahasa Arab "Hayyu"/kehidupan). Timbangan dan Bintang dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung tinggi.
7 Koperasi Indonesia Koperasi yang dimaksud adalah koperasi rakyat Indonesia, bukan Koperasi negara lain. Tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian di luar negeri juga baik, namun sebagai Bangsa Indonesia harus punya tata-nilai sendiri.
8 Warna Merah Putih Warna merah dan putih yang menjadi background logo menggambarkan sifat nasional Indonesia.
[sunting] Referensi

1. ^ (Inggris)O'Sullivan, Arthur (2003). Economics: Principles in action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. hlm. 202. ISBN 0-13-063085-3.
2. ^ Ningsih, Murni Iran Koperasi
3. ^ a b Hans, Prinsip-prinsip Koperasi dan Undang-undang Koperasi, Direktorat Jenderal Koperasi, 1980
4. ^ a b c d Hendar & Kusnadi, Ekonomi Koperasi, Lembaga Penerbit FEUI, 2005, hal 18-23
5. ^ a b c d Hendar & Kusnadi, Ekonomi Koperasi, Lembaga Penerbit FEUI, 2005, hal 206-216
6. ^ a b c Djazh, Dahlan Pengtahuan Koprasi (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1980) hlm. 162,163
7. ^ a b c d e f g h i j k l m Djazh, Dahlan Pengetahuan Koperasi (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1980) hlm. 16
8. ^ a b c d e [1], Kementrian Koperasi dan UKM, 24 Juni 2011
9. ^ a b c d e f g h Djazh, Dahlan Pengtahuan Perkoprasian (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1977) hlm. 26,27
10. ^ Nunkener, Hans M Hukum Koperasi (Bandung: Alumni, 1981) hlm.12
11. ^ Chaniago, Arifinal Ekonomi dan Koperasi(Bandung : CV Rosda Bandung 1983) hlm. 29

KOPERASI: Sokoguru Ekonomi Indonesia?

January 11, 2008 by djunaedird

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

logo-koperasi.jpgSementara itu dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?

Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.

Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.

Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.

Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.

KOPERASI dan koperasi, dalam praktek, ada bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.

Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota saja.

Sejatinya KOPERASI dibentuk demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.

Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?


http://djunaedird.wordpress.com/2008/01/11/koperasi-sokoguru-ekonomi-indonesia/

Pengertian Nikah

Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim


Sebagai salah satu ibadah yang mulia kedudukannya, menikah berikut prosesi yang mendahului ataupun setelahnya juga memiliki rambu-rambu yang telah digariskan syariat.


Nikah sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa maknanya menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu akad dan jima’ (“hubungan” suami istri).


Adapun pengertian nikah secara syar’i adalah seorang pria mengadakan akad dengan seorang wanita dengan tujuan agar ia dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita, dapat beroleh keturunan, dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah.
Akad nikah merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا


“Dan mereka (para istri) telah mengambil dari kalian (para suami) perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 21)


Akad ini mengharuskan masing-masing dari suami dan istri memenuhi apa yang dikandung dalam perjanjian tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ


“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) kalian.” (Al-Ma`idah: 1)


[Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/175-176, Fathul Bari, 9/130, Adz-Dzakhirah, 4/188-189, At-Ta’rifat Lil Jurjani, hal. 237, Asy-Syarhul Mumti’, 12/5, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/274]



Majalah Asy Syariah -http://asysyariah.com-
Compiled by Akhukum Fillah Abu Harun As Salafy

Mengenal Calon Pasangan Hidup

Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim


Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang.


Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:


Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.


Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.


Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا


“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)


Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:


 Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ


“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)


 Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ


“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga- bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)


 Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma ketika memberitakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟


“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”


Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya, bahwa ia memiliki banyak saudara perempuan yang masih belia, sehingga ia enggan mendatangkan di tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak bisa mengurusi mereka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memujinya, “Benar apa yang engkau lakukan.” (HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan Muslim no. 3622, 3624)


Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu 'anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah Radhiallahu'anha.


Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ


“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)


Majalah Asy Syariah -http://asysyariah.com-
Compiled by Akhukum Fillah Abu Harun As Salafy

Usia ke-64 Koperasi Butuh Pembenahan

BANDUNG-Pada usianya ke-64 Koperasi masih membutuhkan berbagai pembenahan. Meski dari sisi kuantitas jumlah koperasi di Jawa Barat bertambah, namun dari sisi kualitas justru belum maksimal. Peran serta pemerintah, gerakan koperasi dan masyarakat luas sangat diperlukan untuk menjadikan koperasi sebagai pelaku ekonomi yang mumpuni.
Demikian terungkap pada acara Syukuran Peringatan Hari Koperasi ke-64 di Gedung Senbik KUMKM Jl Soekarno Hatta Bandung, Selasa (12/7). Nampak hadir sejumlah tokoh koperasi dan sesepuh di Jawa Barat seperti Solihin GP, Iwan Sulanjana, Burhanuddin Abdullah, HD Sutisno dll. Sebelumnya para tamu undangan melakukan Ziarah ke makam Pahlawan Niti Sumantri, senam bersama.

Solihin GP pada kesempatan ini mengungkapkan, untuk membangun koperasi butuh keseriusan semua pihak. Meski telah termaktub dalam UUD 1945, namun koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional belum berperan secara maksimal.

“Orang membangun koperasi harus benar-benar serius. Jangan mencari hidup dari koperasi. Koperasi harus dibangun untuk kepentingan anggota. Koperasi maju karena dukungan anggota dan pengurus yang bekerja secara amanah dan bertanggung jawab,” katanya.

Dalam memperingati Harkop ke-64 tingkat Jabar sejumlah acara bakal digelar. Puncak peringatan Hari Koperasi Ke-64 tingkat Provinsi Jawa Barat akan berlangsung di Lapangan Merdeka Kota Sukabumi pada Kamis (14/7) dibuka Menteri Negara, H Syarifuddin Hasan dan Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan. Pada kesempatan itu akan digelar Gelar Produk KUMKM, yang akan diikuti oleh 1000 KUMKM dari 26 kabupaten/kota Se-Jawa Barat.

Menurut Ketua Panitia Harkop ke-64 tingkat Jabar, H Mustopa Djamaluddin, dipilihnya Kota Sukabumi dinilai kota ini memiliki banyak koperasi yang cukup berprestasi. Selain itu, pemkot Sukabumi memiliki kepedulian yang cukup tinggi terhadap tumbuh kembangnya koperasi.

"Icon pada Harkop ke-64 yakni buah kelapa. Sebanyak 999 buah kelapa melambangkan sebagai wujud Sukabumi seperti kelapa yang bermanfaat dari ujung sampai ujung. Koperasi di Sukabumi sudah meresap ke ujung-ujung," katanya.

Selain itu, nuansa kebersamaan harus diwujudkan dalam rangka mengembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Kelapa juga melambangkan Sukabumi dibangun dari sejarahnya untuk kooperatif. Gerakan koperasi di Jabar harus jadi pemicu perekonomian kota dan desa di Jabar. Harapannya, melalui kegiatan ini pula "Nu miskin ngurang, nu taqwa dan beriman nambahan".

Harapan semua pihak bahu membahu untuk mengawal kegiatan untuk mewujudkan koperasi sebagai kekuatan ekonomi di negara ini.

Kepala Dinas KUMKM Jawa Barat, Wawan Hernawan mengucapkan terima kasih kepada pemkot Sukabumi yang memberikan apresiasi yang sangat besar bagi kelancaran acara ini.

"Kita bangun kekuatan koperasi, karena menurut kami perlunya kita menata kekuatan secara bersama dalam rangka memajukan perekonomian. Ada beberapa event yang kita lakukan dalam rangka harkop yakni gelar produk KUMKM, sunatan masal, pengobatan massal, ziarah ke makam Niti Soemantri, renungan suci, pemberian Penghargaan kepada tokoh dan koperasi berprestasi tingkat Jabar", katanya.

Walikota Sukabumi salah satu aparatur yang dapat penghargaan dari kementerian KUMKM, berupa Bakti Koperasi dari Pemerintah karena kepeduliannya dalam membangun koperasi di daerah.

Koperasi memberikan manfaat bagi masyarakat. Sekarang banyak koperasi disalahartikan. Untuk Indonesia sudah ada dalam UUD 1945 tapi dalam pelaksanaan masih dihadapkan berbagai persoalan. Gerak koperasi adalah gerakan moral yang harus dibangun.
Tema harkop ke-64 "Mewujudkan Cita-cita luhur koperasi dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam pengembangan Usaha Koperasi di Jawa Barat". H. Moch Muraz, Sekda Kota Sukabumi meminta, semua aparatur di Kota Sukabumi memberikan bantuan untuk kelancaran kegiatan ini. "Kita sejak awal sepakat untuk mendorong maju dan tumbuhkembangnya koperasi. Dalam rangka meningkatkan KUMKM Pemkot telah menyalurkan bantuan Rp 5,8 miliar dalam rangka subsidi bunga bagi KUMKM," katanya.(***)

http://diskumkm.jabarprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=1%3Abewara&id=186%3Ausia-ke-64-koperasi-butuh-pembenahan&Itemid=65

Jumat, 18 November 2011

Pemda dan Koperasi, Berpeluang Bangun Rumah Murah

JAKARTA--Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) membuka peluang bagi Pemda maupun koperasi di daerah yang memiliki tanah untuk lokasi pembangunan rumah murah. Pasalnya, dengan ketersediaan lahan, harga rumah murah ini cukup terjangkau bagi masyarakat.

“Bagi Pemda atau koperasi di daerah yang memiliki tanah siap bangun serta berada di lahan yang tidak produktif, kami bisa membantu pelatihan teknis untuk pembangunan rumah murah," kata Deputi Bidang Perumahan Formal Kemenpera Pangihutan Marpaung di Jakarta, Jumat (18/11).

Mengapa koperasi diberikan peluang juga? Menurut Pangihutan, di daerah ada banyak koperasi yang asetnya berupa lahan. Daripada lahannya tidak dimanfaatkan, bisa diajukan koperasi ke Kemenpera untuk dibangun perumahan murah.

Selain itu, Kemenpera juga akan membantu pembangunan prasarana, sarana dan utilitas seperti saluran air serta jalan untuk kompleks perumahan rumah murah tersebut.

"Dengan dibangunnya rumah murah, koperasi bisa mendapatkan keuntungan juga ketika rumah itu dibeli masyarakat," cetusnya.

Lebih lanjut dikatakan, tahun depan Kemenpera menargetkan pembangunan sekitar 340 ribu unit rumah untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang cukup banyak. 340 ribu unit itu terdiri atas rumah murah sebanyak 100 ribu unit, rumah susun 30 ribu unit dan rumah tapak sejahtera 210 ribu unit.

"Sekali lagi kami berharap pemda bisa membantu penyediaan lahan dan perizinan pembangunan rumah murah ini,” tandasnya.(Esy/jpnn)

http://www.jpnn.com/read/2011/11/18/108455/Pemda-dan-Koperasi,-Berpeluang-Bangun-Rumah-Murah-

Koperasi Indonesia

Koperasi - Topik pembahasan kita kali ini ialah seputar pengertian koperasi, sejarahnya, prinsip, dan tujuannya. Silakan lanjut terus membaca tulisan dibawah
ini untuk konten lebih lengkap. Semoga bermafaat.

Pengertian Koperasi
sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, pengertian dari koperasi adalah Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi bergerak berlandaskan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan .

Sejarah singkat Koperasi Indonesia dan Dunia
Gerakan koperasi dimulai sekitar abad ke-20 yang pada mulanya bertumbuh dari kalangan rakyat, karena pada waktu itu penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang di timbulkan oleh sistem kapitalisme yang begitu memuncaknya.Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara sepontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Di Indonesia sendiri koperasi pertama kali dicetuskan oleh R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto. Pada saat itu, Ia mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negri (priyayi).
lambang koperasi
Prinsip-prinsip koperasi

1. Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding berdasar jasa usaha masing-masing anggota.
2. Kemandirian
3. Pembagian balas jasa yang terbatas pada modal
4. Keanggotan bersifat terbuka dan sukarela
5. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

Struktur Organisasi koperasi

1. Rapat Anggota
2. Pengurus Pengawas

Sumber permodalan koperasi:

1. MODAL SENDIRI
* Simpanan Pokok
* Simpanan yang dibayarkan oleh anggota ketika pertama kali masuk menjadi anggota koperasi
* Simpanan ini dibayar hanya sekali dan bisa diambil bila keluar dari keanggotaan koperasi
* Simpanan wajib
Simpanan yang dibayarkan oleh anggota secara berkala selama menjadi anggota koperasi Simpanan ini dibayar terus-menerus dan bisa diambil bila keluar dari
keanggotaan koperasi MODAL SENDIRI
* Dana cadangan
* Bagian dari SHU koperasi yang tidak dibagikan kepada anggota
* Dana cadangan digunakan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi.
* Hibah
Bantuan dari berbagai pihak yang tidak harus dikembalikan Hibah merupakan pemberian Cuma-Cuma untuk membantu koperasi MODAL SENDIRI.

2. MODAL PINJAMAN
* Sumber dari Koperasi lain
* Bank
* Lembaga keuangan lain

Peran dan Fungsi koperasi

1. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
2. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
3. Mengembangkan dan membangun potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
4. Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

Landasan Koperasi

* Landasan idiil : Pancasila.
* Landasan struktural : UUD 1945.
* Landasan operasional:
- UU No. 25 Tahun 1992
- Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
* Landasan mental : kesadaran pribadi dan kesetiakawanan

Jenis koperasi jika dilihat dari lapangan usahanya

* Koperasi simpan-pinjam ( kredit )
Koperasi ini menerima tabungan dari anggota dan memberi pinjaman pada masyarakat dengan syarat mudah dan ringan.
* Koperasi Konsumsi
Koperasi ini menjual barang-barang keutuhan sehari-hari kepada masyarakat, atau koperasi yang mengelola unit usaha pertokoan.
* Koperasi Produksi
* Operasi Jasa
koperasi yang mengelola unit usaha pelayanan jasa.
* Koperasi Serba usaha
Koperasi yang usahanya lebih dari satu seperti meliputi usaha kredit,konsumsi, produksi, dan jasa.


http://kisaranku.blogspot.com/2010/11/koperasi-indonesia.html

Berebut Pasar Pembiayaan UMKM

Written by PKL
Friday, 18 November 2011 11:47

Ada fenomena yang sangat menarik di tengah badai krisis hebat pada 1997/1998, yakni tetap bertahannya aktivitas ekonomi pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pembiayaan UMKM itulah yang banyak menofong pendapatan bunga kredft]3!ftankan saat itu. Indonesia sudah tiga kali menghadapi krisis ekonomi, yakni 1997/1998, 2008/2009, dan krisis sekarang ini, 2011. Dari ketiganya, krisis 1997/1998 adalah yang sangat berat, ditandai dengan begitu banyak bank yang terpaksa ditutup, perusahaan-perusahaan gulung tikar, pengangguran terjadi di mana-mana.

Dalam kondisi yang tidak kondusif tersebut, justru UMKM tetap eksis, bahkan tampil sebagai penyelamat ekonomi nasional. Sejak saat itu peranan UMKM dalam menopang perekonomian nasional maupun regional dari tahun ke tahun baik eksistensi, ketangguhan maupun kontribusinya terus meningkat

Keberhasilan UMKM ini dikarenakan, pertama, UMKM tidak memiliki utang luar negeri dan tidak banyak utang ke perbankan. Kedua, sektor-sektor kegiatan UMKM, seperti pertanian, perdagangan, industri rumah tangga, dan lain-lainnya tidak bergantung sumber bahan baku dari luar negeri. UMKM menggunakan bahan baku lokal. Ketiga, meski belum semuanya, UMKM berorientasi ekspor.

Jadi, boleh dikatakan UMKM merupakan soko guru perekonomian nasional. Sumbangan UMKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%, dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kena sekitar 96%.

Incaran Perbankan Nasional

Belajar dari krisis 1997/1998, bank-bank yang sebelumnya lebih terfokus pada pembiayaan korporasi mulai beralih ke UMKM. Baik bank-bank umum nasional maupun bank-bank asing mulai berlomba lomba-lomba untuk terjun dalam pembiayaan UMKM. Sebelumnya, pembiayaan UMKM didominasi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Keduanya memang pionir dan spesialis dalam pembiayaan UMKM.

Hingga akhir 2010, pengusaha UMKM yang memperoleh layanan perbankan baru sekitar 50%lebih. Ini merupakan peluang bagi bank umumnasional maupun bank asing dan BPR untuk terusmeningkatkan pembiayaan di sektor UMKM.

Saat ini, hampir semua bank giat dalam pembiayaan sektor UMKM. Di luar BPR, bank-bank besar yang kini mendominasi penyaluran kredit mikro adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga, dan Bank Danamon. Pertumbuhan kredit mikro pada keempat bank tersebut rata-rata tumbuh di atas 20%.

Data Bank Indonesia menyebutkan, pertumbuhan pembiayaan UMKM Bank BRI Maret 2011 naik sebesar 39,62% dengan total dana yang dikucurkan mencapai sebesar Rp 79,04 triliun. Padahal pada Maret 2010, total pembiayaan UMKM yang dikeluar bank ini tercatat sebesar Rp 56.61 triliun.

Sementara itu, Bank Mandiri naik sebesar 37,5% dengan total pembiayaan

UMKM sebesar Rp 7,7 triliun. Bandingkan dengan keadaan Maret 2010, yang masih tercatat total pembiayaan UMKM sebesar Rp 5,6 triliun. Bank CIMB Niaga juga naik sebesar 619,55% dengan total pembiayaan UMKM sebesar Rp 453 miliar dibandingkan Maret 2010. dengan total pembiyaan UMKM sebesar Rp 62,9 miliar. Bank Danamon naik sebesar 23% dengan total pembiayaan UMKM sebesar Rp 15.78 triliun. Bandingkan dengan Maret 2010 yang tercatat total pembiayaan UMKM sebesar Rp 12,89 triliun.

Data dari Bank Indonesia akhir 2010 juga menunjukkan bahwa pangsa kredit UMKM di perbankan umum mencapai 5332 %. Hal tersebut menunjukkan kredit sektor UMKM telah mendominasi total kredit perbankan umumnya. Jadi, tidaklah salah jika banyak bank umum nasional maupun bank asing saat ini lebih menekuni bisnis pembiayaan UMKM yang terbukti tahan terhadap berbagai krisis.

Hal tersebut juga bisa dilihat dari angka kredit macet atau non performing loan (NPL) untuk pembiayaan UMKM pada akhir 2010 rata-rata tercatat sebesar 2,65%, lebih rendah dibandingkan dengan NPL dari kredit non-UMKM yang mencapai sekitar 3,15%.

Berbagai strategi terus dilakukan oleh ke empat bank besar tersebut untuk mengembangkan pembiayaan

UMKM. Bank BRI sejak akhir 2009 telah mengembangkan apa yang disebut teras BRI. Hingga akhir Juni 2011 jumlah teras BRI telah mencapai 969 unit. Teras BRI merupakan perpanjangan tangan BRI unit yang menggarap pasar tradisional dan pengusaha mikro lainnya di sekitar pasar tradisional. Barik CIMB Niaga juga sudah mengembangkan outletnya dari 35 menjadi 142 outlet, dan Bank Danamon mencapai 1.200 outlet. Bisnis pembiayaan UMKM di Bank Danamon lebih dikenal dengan sebutan Danamon Simpan Pinjam (DSP).

Bersaing dengan BPR Bagaimana dengan BPR yang selama ini dikenal sebagai spesialis pembiayaan UMKM? Dengan dibukanya berbagai pintu bank-bank umum untuk memberikan pembiayaan dibidang UMKM, ini tentunya akan menjadi pesaing berat bagi BPR. Apalagi bank-bank umum memiliki banyak kelebihan, seperti keunggulan tehnologi, sumber dana yang cukup besar, jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia, dan lalu lintas pembayaran yang bisa dilakukan dengan cek dan bilyet giro.

Namun, BPR mestinya tak perlu berkecil hati. BPR juga memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki oleh bank-bank umum, seperti pelayanan yang dilakukan secara face to hee, mampu menyesuaikan kondisi, adat istiadat budaya, dan perike-hidupan masyarakat sekitarnya.

BPR juga dapat memberi lebih dari yang diharapkan nasabah, karena umumnya nasabah UMKM tidak sekadar membutuhkan modal tapi juga bimbingan, arahan, petunjuk, konsultasi, serta pemahaman terhadap kondisi nasabah yang tidak semuanya dapat dilayani oleh bank umum.

Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh BPR tersebut, maka nasabah BPR biasanya akan tetap loyal karena pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh BPR umumnya lebih tepat untuk pembiayaan UMKM. Hal ini berbeda dengan pelayanan bank umum yang dianggap terlalu kaku dan prosedural, sehingga membuat calon nasabah enggan datang ke bank umum.

Hanya sayangnya, peningkatan jumlah penyaluran pembiayaan UMKM, baik oleh bank-bank umum maupun oleh BPR, ternyata belum banyak berpengaruh pada peningkatan aksesibilitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pada layanan perbankan.

Data Bank Indonesia menyebutkan, hingga akhir 2010, pengusaha UMKM yang memperoleh layanan perbankan baru sekitar 50% lebih. Hal tersebut tentunya memberikan peluang bagi bank umum nasional maupun bank asing dan BPR untuk terus menerus meningkatkan pembiayaan di sektor IMKM.

Sumber : Investor Daily Indonesia

Pilar UKM Asean akan diperkuat

Written by PKL
Thursday, 17 November 2011 11:29

NUDA DUA, Bali Indonesia akan mendorong penguatan pilar ketiga dalam cetak bini Masyarakat Ekonomi Asean yaitu Equitable Economic Development dengan dua elemen utamanya pengembangan UKM dan pengentasan jurang pembangunan antarnegara anggota. Direktur Kerjasama Asean Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo mengatakan Indonesia menginginkan adanya perhatian lebih khusus terhadap dua elemen utama tersebut, tidak terbatas pada komitmen di antara negara anggota Asean.

"Harus ada kebijakan khusus ke arah ke sana. Itu salah satu halyang kila dorong dalam pertemuan Senior Economic Official Meeting kali ini," ujarnya kemarin.

Dalam rangka mewujudkan pilar ketiga tersebut, lanjut Imam, Indonesia memprakarsai diskusi mengenai pentingnya financial inclusion dan international remittances.

Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kemendag Gusi Bustami mengatakan dari empat pilar Masyarakat Ekonomi Asean, fokus selama ini baru terbatas pada pilar satu (pasar tunggal dan basis produksi regional) dan pilar kedua (kawasan berdaya saing tinggi). "Pilar ketiga tidak begitu banyak disentuh. Tahun ini kita yang mengeluarkan inisiatif bagaimana pilar ketiga dilakukan."

Perwujudan pilar ketiga, menurut Gusmardi, sangat penting karena UKM juga harus diberi kesempatan dalam membentuk Masyarakat Ekonomi Asean.

Perkembangan UKM di hampir semua negara anggota Asean menghadapi persoalan sama yaitu keterbatasan dalam hal akses perbankan, teknologi, dan akses pasar.

Sumber : Bisnis Indonesia

RI usung program kewirausahaan

Written by PKL
Friday, 18 November 2011 14:35

BADUNG, Bali Pemerintah Indonesia mencetuskan program kewirausahaan dan pengembangan usaha dalam KTT ke19 Asean guna memberdayakan masyarakat miskin dan membantu usaha kecil dan menengah (UKM). Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan dalam rapat Dewan Ekonomi Komunitas Asean telah disepakati sejumlah pilar penting untuk menyatukan masyarakat ekonomi Asean pada 2015. Salah satu pilar adalah mengurangi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di kawasan Asia Tenggara melalui penyediaan fasilitas pendanaan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan kelompok UKM.
"Untuk mengurangi kemiskinan, masyarakat miskin harus diberdayakan. Terutama harus terakses ke dalam sistem keuangan perbankan. Ini adalah yang kami sebut sebagai bagian dari program Entrepreneurship and Enterprise Development (EED)," jelas dia di sela acara Konferensi Tingkat Tinggi ke-19 Asean, kemarin.

Menurut Hatta, dalam program EED tersebut diusulkan ada semacam fasilitas kredit bagi masyarakat miskin serta pengusaha kecil dan menengah yang menyerupai kredit usaha rakyat (KUR) di Tanah Air.

Dengan demikian, diharapkan kelompok usaha kecil dan menengah bisa tumbuh dan menjadi berdaya dan modal untuk bisa melaksanakan program EED , tersebut terbatas sehingga perlu memperluas sumber pendanaan. Dia berharap lembaga keuangan semacam Bank Pembangunan Asia (ADB) bisa ikut mendukung program tersebut. Bagian dari rantai suplai ekonomi kawasan Asean.

"Intinya mempercepat peningkatan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan pembangunan di antara negara-negara Asean."


Gusmardi Bustami, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, mengatakan upaya mengurangi kesenjangan ekonomi antar-negara merupakan isu penting yang jarang dibahas dalam rapat pimpinan negara anggota Asean. Karenanya program EED menjadi begitu penting untuk dibahas mengingat jadwal pembentukan Masyarakat Komunitas Asean pada 2015 semakin mendekat.

"Ada empat pilar penting untuk itu, ada alur produksi barang dan jasa, kompetisi usaha, serta kewirausahaan dan pengembangan usaha. Korelasinya dengan UKM karena tujuan untuk mengangkat ekonomi masyarakat bawah," tuturnya.

Sejauh ini, belum jelas konsep dan mekanisme pelaksanaan program EED dengan pasti karena baru sebatas usulan yang masih dibahas.

Dari Nusa Dua, CEO CIMB Group Dato Sri Nazir Razak menyatakan dalam rencana integrasi Asean maka negara-negara anggota perlu mendorong UKM masing-masing negara agar dapat meningkatkan daya saing.

Sumber : Bisnis Indonesia

Kerusakan Pacaran Islami

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah


Dengan pacaran “Islami” ala mereka, mereka tentu tidak akan lepas dari yang namanya khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya hijab/tabir penghalang).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ


“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)


Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata, “Wanita adalah fitnah, sehingga laki-laki ajnabi dilarang bersepi-sepi dengannya. Karena jiwa-jiwa manusia diciptakan punya kecenderungan/syahwat terhadap wanita, dan setan akan menguasai mereka dengan perantaraan para wanita.”


Beliau juga mengatakan bahwa wanita adalah aurat yang sangat urgen untuk dijaga dan dipelihara. Dan mahramnya sebagai orang yang memiliki kecemburuan terhadapnyalah yang akan melindungi dan menjaganya. (Al-Ikmal, 4/448)


Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan, “Adapun bila seorang laki-laki ajnabi berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah tanpa ada orang ketiga bersama keduanya, maka hukumnya haram menurut kesepakatan ulama. Demikian pula bila bersama keduanya hanya ada seseorang yang biasanya orang tidak sungkan/tidak merasa malu berbuat sesuatu di hadapannya karena usianya yang masih kecil, seperti anak laki-laki yang baru berumur dua atau tiga tahun dan yang semisalnya. Karena keberadaan orang seperti ini sama saja seperti tidak adanya.” (Al-Minhaj, 9/113)


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ


“Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1171, dishahihkan Asy-Syaikh Al- Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)


Karena bahayanya fitnah wanita dan bersepi-sepi dengan wanita, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai memperingatkan:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ


“Hati-hati kalian masuk ke tempat para wanita!” Berkatalah seseorang dari kalangan Anshar, “Wahai Rasulullah! Apa pendapat anda dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 5638)


Ipar di sini adalah kerabat suami selain ayah dan anak laki-lakinya. Makna “Ipar adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, bahwa kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. Kejelekan bisa terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena biasanya ia bisa masuk dengan leluasa menemui wanita yang merupakan istri saudaranya atau istri keponakannya, serta memungkinkan baginya berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada pengingkaran, karena dianggap keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga dengan si wanita. (Al-Minhaj, 14/ 378)


Ketika Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ditanya tentang hubungan kasih antara laki-laki dan perempuan yang terjalin sebelum zawaj, beliau menjawab, “Bila yang dimaukan penanya, sebelum zawaj adalah sebelum dukhul (jima’) setelah dilangsungkannya akad nikah, maka tidak ada dosa tentunya. Karena dengan adanya akad berarti si wanita telah menjadi istrinya walaupun belum dukhul. Namun bila yang dimaksud sebelum zawaj adalah sebelum akad nikah, baru pelamaran atau belum sama sekali, maka yang ini haram. Tidak boleh dilakukan. Tidak diperkenankan seorang lelaki bernikmat-nikmat dengan seorang wanita ajnabiyah, baik dalam ucapan, pandangan, maupun khalwat.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/600)


Seorang laki-laki yang telah resmi melamar seorang wanita sekalipun, ia tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterimanya pinangannya tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat-menyurat, bebas telepon, bebas sms, bebas chatting, ngobrol apa saja. Karena hubungan keduanya belum resmi, si wanita masih tetap ajnabiyah baginya. Lalu apatah lagi orang yang baru sekadar pacaran belum ada peminangan, walaupun diembel-embeli kata Islami?


Ada seorang lelaki meminang seorang wanita. Di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i. Berbincanglah si lelaki dengan si wanita, namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur`an. Ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang hal ini, beliau menjawab, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena perasaan si lelaki bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah sesuatu yang haram. Dan sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/748)


Permasalahan senada ditanya kepada Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al- Fauzan hafizhahullah, hanya saja pembicaraan si lelaki dengan si wanita yang telah dipinangnya tidak secara langsung namun lewat telepon. Beliau pun memberikan jawaban, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita, maka itu lebih baik dan lebih jauh dari keraguan/fitnah.


Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung lamaran di antara mereka, namun hanya bertujuan untuk saling mengenal –sebagaimana yang mereka istilahkan– maka ini mungkar, haram. Bisa mengarah kepada fitnah dan menjerumuskan kepada perbuatan keji.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا


“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)


Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan, dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).


Ulama telah menyebutkan bahwa wanita yang sedang berihram melakukan talbiyah tanpa mengeraskan suaranya. Dan di dalam hadits disebutkan:
إِذَا أَتَاكُمْ شَيْءٌ فِي صَلاَتِكُمْ، فَلْتُسَبِّحِ الرِّجَالُ وَلْتَصْفِقِ النِّسَاءُ


“Apabila datang pada kalian sesuatu dalam shalat kalian, maka laki-laki hendaklah bertasbih dan wanita hendaknya memukul tangannya.”


Hadits di atas termasuk dalil yang menunjukkan bahwa wanita tidak semestinya memperdengarkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, kecuali dalam keadaan-keadaan yang dibutuhkan sehingga ia terpaksa berbicara dengan laki-laki dengan disertai rasa malu. Wallahu a’lam.” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/163,164)


Kita baru menyinggung pembicaraan via telepon ataupun secara langsung. Lalu bagaimana bila pemuda-pemudi berhubungan lewat surat?


Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman dalam Fatawa Al-Mar`ah (hal. 58) ditanya, “Bila seorang lelaki melakukan surat-menyurat dengan seorang wanita ajnabiyah, hingga pada akhirnya keduanya saling jatuh cinta, apakah perbuatan ini teranggap haram?” Beliau menjawab, “Perbuatan seperti itu tidak boleh dilakukan, karena dapat membangkitkan syahwat di antara dua insan. Dan syahwat tersebut mendorong keduanya untuk saling bertemu dan terus berhubungan. Kebanyakan surat-menyurat seperti itu menimbulkan fitnah dan menumbuhkan kecintaan kepada zina di dalam hati. Di mana hal ini termasuk perkara yang menjatuhkan seorang hamba ke dalam perbuatan keji, atau menjadi sebab yang mengantarkan kepada perbuatan nista. Karenanya, kami memberikan nasihat kepada orang yang ingin memperbaiki dan menjaga jiwanya agar tidak melakukan surat-menyurat yang seperti itu dan menjaga diri dari pembicaraan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Semuanya dalam rangka menjaga agama dan kehormatannya. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala-lah yang memberi taufik.”


Bila ada yang berdalih bahwa isi surat-menyurat mereka jauh dari kata-kata keji, tidak ada kata-kata gombal dan rayuan cinta di dalamnya, apatah lagi dalam surat menyurat tersebut dikutip ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka dijawab oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu, “Tidak boleh bagi seorang lelaki, siapapun dia, untuk surat-menyurat dengan wanita ajnabiyah. Karena hal itu akan menimbulkan fitnah. Terkadang orang yang melakukan perbuatan demikian menyangka bahwa tidak ada fitnah yang timbul. Akan tetapi setan terus menerus menyertainya, hingga membuatnya terpikat dengan si wanita dan si wanita terpikat dengannya.”


Asy-Syaikh rahimahullahu melanjutkan, “Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yang besar, sehingga wajib untuk menjauh dari perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dalam surat menyurat tersebut tidak ada kata-kata keji dan rayuan cinta.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al- ‘Utsaimin, 2/898)


Demikianlah… Lalu, masihkah ada orang-orang yang memakai label Islam untuk membenarkan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran?

Wallahul musta’an.

Ebook Nikah
Sumber : Majalah Asy Syariah -http://asysyariah.com-
Compiled by Akhukum Fillah Abu Harun As Salafy

Pacaran Islami Para Aktifis Dakwah

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah


Menempelkan label Islami memang mudah. Namun ketika yang dilekati adalah hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka perkaranya menjadi berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur`an yang mulia:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, mudahan-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)


‘Ala`uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi rahimahullahu yang masyhur dengan sebutan Al-Khazin menyatakan dalam tafsirnya terhadap ayat di atas. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut”, karena kesyirikan dan maksiat tampaklah kekurangan hujan (kemarau) dan sedikitnya tanaman yang tumbuh di daratan, di lembah, di padang sahara yang tandus dan di tanah yang kosong. Kurangnya hujan ini selain berpengaruh pada daratan juga membawa pengaruh pada lautan, di mana hasil laut berupa mutiara menjadi berkurang. (Tafsir Al-Khazin, 3/393)


Kerusakan banyak terjadi di darat dan di laut, berupa rusak dan kurangnya penghidupan/pencaharian manusia, tertimpanya mereka dengan berbagai penyakit dan wabah serta perkara lainnya karena perbuatan-perbuatan rusak/jelek yang mereka lakukan. Semua itu ditimpakan kepada mereka agar mereka mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membalas apa yang mereka perbuat. Diharapkan dengan semua itu mereka mau bertaubat dari perbuatan jelek mereka. Demikian kata Asy- Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu dalam Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 634.


Demikianlah, kerusakan dapat kita jumpai di mana-mana. Jangankan di kota besar, bahkan di pedesaan sekalipun. Belum lagi musibah yang terjadi hampir di seluruh negeri. Semua itu tidak lain penyebabnya karena dosa anak manusia.


Abul ‘Aliyah rahimahullahu berkata, “Siapa yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di muka bumi maka sungguh ia telah membuat kerusakan di bumi. Karena kebaikan di bumi dan di langit diperoleh dengan ketaatan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 6/179)


Pergaulan anak muda yang rusak merupakan salah satu penyebab kerusakan tersebut. Hubungan pra nikah dianggap sah. Pacaran boleh-boleh saja, bahkan dianggap suatu kewajaran dan tanda kewajaran anak muda.


Di lembar ini, bukan hubungan mereka (baca: yang awam) yang ingin kita bicarakan, karena telah demikian jelas penyimpangan dan kerusakannya! Para pemuda pemudi yang katanya punya ghirah terhadap Islam, yang aktif dalam organisasi Islam, training- training pembinaan keimanan dan kegiatan-kegiatan Islami lah yang hendak kita tuju. Mungkin karena kedangkalan terhadap ilmu-ilmu Islam atau terlalu mendominasinya hawa nafsu, mereka memunculkan istilah “pacaran Islami” dalam pergaulan mereka. Bagaimana pacaran Islami yang mereka maukan? Jelas karena diberi embel-embel Islam, mereka hendak berbeda dengan pacaran orang awam/jahil. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan, tidak ada kata-kata kotor dan keji. Masing- masing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, tentang umat, saling mengingatkan untuk beramal, berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengingatkan negeri akhirat, tentang surga dan neraka. Begitu katanya!


Pacaran yang dilakukan hanyalah sebagai tahap penjajakan. Kalau cocok, diteruskan sampai ke jenjang pernikahan. Kalau tidak, diakhiri dengan cara baik-baik. Dulu penulis pernah mendengar ucapan salah seorang aktivis mereka dalam suatu kajian keIslaman untuk mengalihkan anak-anak muda Islam dari merayakan Valentine Day, “Daripada pemuda Islam, ikhwan sekalian, pacaran dengan wanita-wanita di luar, yang tidak berjilbab, tidak shalihah, lebih baik berpasangan dengan seorang muslimah yang shalihah.”


Darimanakah mereka mendapatkan pembenaran atas perbuatan mereka? Benarkah mereka telah menjaga diri dari perkara yang haram atau malah mereka terjerembab ke dalamnya dengan sadar ataupun tidak? Ya, setanlah yang menghias-hiasi kebatilan perbuatan mereka sehingga tampak sebagai kebenaran. Mereka memang –katanya– tidak bersentuhan, tidak pegangan tangan, tidak ini dan tidak itu… Sehingga jauh dan jauh mereka dari keinginan berbuat nista (baca: zina), sebagaimana pacarannya para pemuda-pemudi awam/jahil yang pada akhirnya menyeret mereka untuk berzina dengan pasangannya. Na’udzubillah!!! Namun tahukah mereka (anak-anak muda yang katanya punya kecintaan kepada Islam ini) bahwa hati mereka tidaklah selamat, hati mereka telah terjerat dalam fitnah dan hati mereka telah berzina? Demikian pula mata mereka, telinga mereka?


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ


“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina. Dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka, zinanya mata adalah dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan adalah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)


Dalam lafadz lain disebutkan:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ


“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina, dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina, dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina, dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara, hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)


Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Makna dari hadits di atas adalah anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Maka di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram (untuk dimasuki karena bukan pasangan hidupnya yang sah, pent.). Dan di antara mereka ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau untuk melihat zina, atau untuk menyentuh wanita non mahram atau untuk melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita non mahram dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi. Sementara kemaluannya membenarkan semua itu atau mendustakannya. Maknanya, terkadang ia merealisasikan zina tersebut dengan kemaluannya, dan terkadang ia tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram, sekalipun dekat dengannya.” (Syarhu Shahih Muslim, 16/206)


Yakni yang namanya zina itu tidak hanya diistilahkan dengan apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. (Fathul Bari, 11/28)


Dengan pacaran yang mereka beri embel-embel Islam, adakah mereka dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram? Sementara memandang wanita ajnabiyyah (non mahram) atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ


“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)


Tidakkah mereka tahu bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ


“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)



Ebook Nikah
Sumber : Majalah Asy Syariah -http://asysyariah.com-
Compiled by Akhukum Fillah Abu Harun As Salafy

Senin, 31 Oktober 2011

Koperasi Tidak Kena Imbas Krisis Ekonomi

"Yang namanya koperasi nyaris terhindar dari krisis keuangan global," kata Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Drs Neddy Rafinaldy Halim, M.S. di Jakarta, Selasa (21/10).

Ia mencontohkan, di Vietnam yang selama ini merupakan salah satu negara partner terbaik Amerika Serikat (AS), krisis keuangan yang terjadi di AS saat ini nyaris tidak menimbulkan dampak apa pun terhadap koperasi.

Menurut dia, hal itu terjadi karena koperasi di mana pun selalu mengedepankan prinsip kemandirian sehingga tidak sepenuhnya tergantung pada dunia perbankan.

"Koperasi di sana (Vietnam) terhindar dari krisis karena mampu menunjukkan kemandirian yang baik," katanya.

Tingkat ketergantungan koperasi di Vietnam terhadap dana perbankan hanya 1%.
"Itu artinya 99% sisanya berasal dari kemampuan anggotanya sehingga koperasi terbukti benar-benar mampu menerapkan prinsip kemandirian," katanya.

Prinsip kemandirian dan kerja sama yang baik antaranggota koperasi itulah yang selayaknya diterapkan pada sekitar 27.000-29.000 anggota koperasi di seluruh Indonesia untuk menghadapi krisis keuangan.

Di Indonesia sendiri sayangnya prinsip kemandirian dan kerja sama yang baik belum diterapkan dengan benar, sehingga krisis keuangan global masih merupakan ancaman serius bagi perekonomian di Tanah Air.

"Esensi membangun koperasi di antaranya kemandirian dan kerja sama harus disadari bersama-sama," katanya.

Ia mengatakan, prinsip-prinsip koperasi sangat ideal diterapkan di mana saja. Neddy mencontohkan di AS yang justru menerapkan ekonomi liberal sebanyak 70% warga negaranya menjadi anggota koperasi.

"Rakyat di negara-negara maju di Eropa juga sebagian besar menjadi anggota koperasi karena mereka menyadari esensi membangun koperasi," katanya. (kpl/meg)

Sumber: KapanLagi.com

DEMOKRASI EKONOMI DAN DEMOKRASI INDUSTRIAL

DEMOKRASI EKONOMI DAN DEMOKRASI INDUSTRIAL



Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem Ekonomi Syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966 (Orde Baru) yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997. Krismon yang menghancurkan sektor perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah bank menjadi kurang dari separo, dari 240 menjadi kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran bank dalam perekonomian nasional.

Dalam pada itu Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) jelas berorientasi pada etika (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistik dan kerakyatan (demokrasi). Secara utuh Pancasila berarti gotong-royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif/ kekeluargaan/ tolong-menolong.

Jika suatu masyarakat/negara/bangsa, warganya merasa sistem ekonominya berkembang ke arah yang timpang dan tidak adil, maka aturan mainnya harus dikoreksi agar menjadi lebih adil sehingga mampu membawa perekonomian ke arah keadilan ekonomi dan sekaligus keadilan sosial.


Profit-Sharing dan Employee Participation. Prinsip profit-sharing atau bagi-bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran Sistem Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.

Economic democracy is typically used to denote a variety of forms of employee participation in the ownership of enterprises and in the distribution of economic rewards;

Industrial democracy refers to the notion of worker participation in decision-making and employee involvement in the processes of control within the firm. (Poole 1989: 2)

Meskipun pengertian economic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua pihak (stakeholders) yang terlibat dalam perusahaan. Itulah demokrasi industrial yang tidak lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.

Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit-sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-making perusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.

Banyak perusahaan di negara kapitalis yang menganut bentuk negara kesejahteraan (welfare state) telah menerapkan prinsip profit-sharing dan employee participation ini, dan yang paling jelas diantaranya adalah bangun perusahaan koperasi, baik koperasi produksi maupun koperasi konsumsi, terutama di negara-negara Skandinavia.

Mengapa profit-sharing dan share-ownership? Berdasarkan penelitian 303 perusahaan di Inggris, alasan perusahaan mengadakan aturan pembagian laba dan pemilikan saham oleh buruh/karyawan ada 5 yaitu (Poole 1989: 70-71):

1. Komitmen moral (moral commitment);

2. Penahanan staf (staff retention);

3. Keterlibatan buruh/karyawan (employee involvement);

4. Perbaikan kinerja hubungan industrial (improved industrial relations performance);

5. Perlindungan dari pengambilalihan oleh perusahaan lain (protection against takeover).

Bisa dibuktikan bahwa ke-5 alasan yang disebut di sini diputuskan manajemen perusahaan karena memang benar-benar dialami banyak perusahaan lebih-lebih pada perusahaan keuangan yang bersaing dengan ketat satu sama lain, dan ada kebiasaan terjadinya “mobilitas” tinggi dari staf yang berkualitas. Tanpa kecuali hampir semua cara ditempuh perusahaan untuk meningkatkan kesadaran ikut memiliki perusahaan bagi buruh/ karyawan yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan semangat bekerja yang pada gilirannya berakibat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dalam perusahaan yang berbentuk koperasi, sejak awal anggota koperasi adalah juga pemilik perusahaan yang disamping dapat memperoleh manfaat langsung dalam berbisnis dengan koperasi juga pada akhir tahun masih dapat menerima sisa hasil usaha (yang sering dikacaukan dengan keuntungan). Inilah “rahasia” berkoperasi yang biasanya tidak ditonjolkan pengurus karena praktek-praktek manajemen koperasi sering bertentangan dengan “teori koperasi” yang harus bersifat profit-sharing. Artinya perusahaan koperasi sering berubah menjadi “koperasi pengurus” bukan “koperasi anggota”. Profit-sharing dan sharing ownership sangat sejalan dengan aturan main Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan menghindarkan ketimpangan ekonomi dan sosial dan berusaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.


Mengapa koperasi Indonesia sulit maju? Ilmu ekonomi ternyata tidak meningkatkan “kecintaan” para ekonom pada bangun perusahaan koperasi yang menonjolkan asas kekeluargaan, karena sejak awal model-modelnya adalah model persaingan sempurna, bukan kerjasama sempurna. Ajaran ilmu ekonomi Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui persaingan sempurna. Inilah awal “ideologi” ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman, bapak ilmu sosiologi ekonomi. Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awal Adam Smith (Theory of Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons di Universitas Wisconsin (1910).

Koperasi yang merupakan ajaran ekonomi kelembagaan ala John Commons mengutamakan keanggotaan yang tidak berdasarkan kekuatan modal tetapi berdasar pemilikan usaha betapapun kecilnya. Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan modal. Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan benar-benar partisipatif.

Keprihatinan kita atas terjadinya kesenjangan sosial, dan ketidakadilan dalam segala bidang kehidupan bangsa, seharusnya merangsang para ilmuwan sosial lebih-lebih ekonom untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali akar-akar penyebabnya. Khusus bagi para ekonom tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama Orde Baru ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah. Krisis multidimensi yang disulut krisis moneter dan krisis perbankan tahun 1997 tidak urung kini hanya disebut sebagai krisis ekonomi yang menandakan betapa bidang ekonomi dianggap “mencakupi” segala bidang sosial dan non-ekonomi lainnya.

Why economists disagree? Dan tidak why lawyer atau sociologists disagree? Inilah alasan lain mengapa ekonom Indonesia mempunyai tugas sangat berat sebagai penganalisis masalah-masalah sosial-ekonomi besar yang sedang dihadapi bangsanya. Perbedaan pendapat di antara ahli hukum atau ahli sosiologi dapat terjadi barangkali tanpa implikasi serius, sedangkan jika perbedaan itu terjadi di antara pakar-pakar ekonomi maka implikasinya sungguh dapat sangat serius bagi banyak orang, bahkan bagi perekonomian nasional.



Penutup

Economists today are being pushed to accept that they may have to take up the role of religion if they want to understand the full workings of economic systems (Nelson 2001: 206)

Bisa dipahami bahwa akhir-akhir ini makin berkembang pemikiran dan praktek “bank-bank syariah” yang berarti secara serius memasukkan ajaran-ajaran agama Islam dalam praktek-praktek perbankan kapitalis yang telah mengakibatkan krisis moneter dan krisis perbankan, yang sampai 5 tahun tetap belum teratasi. Bahkan upaya pemerintah menyelamatkan perbankan nasional dengan mengeluarkan dana-dana amat besar (obligasi rekap perbankan melebihi 50% PDB), tokh tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhasil, selama ajaran-ajaran agama tidak dipergunakan dalam upaya penyelamatan tersebut.

Di kalangan agama-agama lain (Katolik dan Hindu) juga makin intensif dibahas peranan nilai-nilai agama untuk membendung ajaran-ajaran ekonomi neoliberal yang meluas melalui globalisasi yang makin merajalela.

Yang dapat dilakukan oleh gereja adalah mendidik umat bersama masyarakat agar semakin bersedia melepaskan diri dari keserakahan modernisme, konsumerisme, dan kolonialisme kultural ke arah pemahaman tanggung jawab bersama (Konpernas XIX Komisi PSE-KW I, September 2002).

Nilai-nilai agama kini dianggap banyak orang merupakan satu-satunya cara untuk menantang ajaran-ajaran neoliberal ini karena paham ekonomi kapitalis dari Barat juga telah menyebarluaskan ajaran-ajarannya “melalui dan dengan metode-metode agama”.

The real task of Samuelson’s Economics was of this kind; it was to provide an inspirational vision of human progress guided by science in order to motivate Americans and other people to the necessary religious dedication to the cause of progress. (Nelson 2001: 71).

Ekonomi Pancasila adalah ajaran ekonomi baru yang agamis sekaligus manusiawi, nasionalistik, dan demokratis, untuk menantang kerakusan ajaran Neoliberal yang semakin rakus. Bahwa Depdiknas melalui Dirjen Pendidikan Tinggi memberikan dukungan kuat pada Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM untuk mengembangkan ajaran-ajaran ekonomi Pancasila, membuktikan kebenaran perjuangan moral ini. Ajaran ekonomi Pancasila jelas paralel dengan ajaran Ekonomi Syariah atau ekonomi Islami karena keduanya menekankan pada ajaran moral-spiritual untuk membendung ajaran “agama ekonomi kapitalis Neoliberal”.



31 Juli 2003

Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar FE-UGM Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM



Bacaan

Boylan, Thomas A & Paschal F. O’Gorman, 1995, Beyond Rhetoric & Realism in Economics, Routledge, London.

Colander, David, 2002, The Death of Neoclassical Economics, Department of Economics Middlebury College, Vermont.

de Soto, Hernando, 2000, The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West and Fails Everywhere Else, Black Swan, London.

Ekins, Paul & Manfred Max-Neef, 1992, Real-Life Economics, Routledge London – New York.

Katouzian, Homa, 1980, Ideology and Methods in Economics, Macmillan, London.

Keen, Steve, 2001, Debunking Economics, Plato Press, Sydney.

Linder, Marc, 1977, Anti-Samuelson, New York, Urizen Books.

Matsson, Kevin, 2002, Intellectuals in Action, University Park PA, The Pennsylvania State University Press.

Mubyarto, dan Daniel W. Bromley, 2002, A Development Alternative for Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Mubyarto, Hudiyanto, Agnes Mawarni, Ilmu Koperasi (akan terbit).

Nelson, Robert, 2001, Economics As Religion, University Park PA, The Pennsylvania State University Press.

Ormerod, Paul., 1994, The Death of Economics. New York, Urizen Books.

Poole, Michael., The Origins of Economic Democracy, Routledge, London, New York, 1989.

Prychitko, David L, 1998, Why Economists Disagree, Albany: State University of New York.

Sardjito, “Masalah Pendidikan Di Indonesia”, Pidato pada Hari Pendidikan Nasional serta mengenang kembali Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, 3 Mei 1969.

Soekarno, “12 Kali Tepuk Tangan di BPUPKI: Lahirnya Pancasila”, Pidato pertama tentang Pancasila yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Bung Karno, 2003, Panitia Pusat “Silaturahmi Kebangsaan 2003”.

Stiglitz, Joseph, 2002, Globalization and Its Discontents, New York, W.W. Norton & Company.

Swedberg, Richard,. Max Weber and The Idea of Economic Sociology, Princetown University Press, 1998.

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_3.htm

MAKALAH EKONOMI KOPERASI

Selasa, 30 Juni 2009
MAKALAH EKONOMI KOPERASI
Komuditas Politik Itu Bernama Koperasi


Indonesia Tidak lagi “nyaman” untuk koperasi. Perang kepentingan yang menjadi biang keladi kehancuran hampir semua sendi bangsa mewabah di gerakan sosial ekonomi yang paling dianggap “demokratis” ini. Tidak ada yang lebih buruk dari sebuah doktrin komunal tentang kepentingan kelompok yang terus mereduksi kekuatan gerakan koperasi. Sejarah membuktikan bahwa koperasi dengan segala manifestasinya tidak pernah lepas dari intervensi politik. Pendekatan kepada kekuasaan yang kemudian menggejala di hampir semua level birokrasi semakin memperlemah posisi tawar koperasi dalam proses sublimasi konsep ekonomi yang mengusung persamaan martabat dan hak manusia sebagai fundamen dasar gerakan arus bawah ini.

Demonologi koperasi sepertinya semakin kronis di tubuh koperasi menyusul ontran-ontran dalam wadah tunggal gerakan koperasi, Dekopin. Belum lagi peran gerakan pemuda koperasi yang dinilai kian melemah. Bukan hal yang aneh jika kemudian organisasi – organisasi yang mewadahi pemuda koperasi terkesan tidak mampu berbuat banyak, karena memang pemuda koperasi dianggap sebagai komuditas politik untuk kepentingan segelintir orang. Asumsi ini sama sekali bukan disebabkan oleh sentimen atau keberpihakan terhadap seseorang atau kelompok tapi didasarkan oleh fakta bahwa asset organisasi pemuda koperasi yang sedemikian banyak tidak dapat dinikmati oleh gerakan koperasi. Wajar jika angkatan muda tidak mampu berbuat banyak, karena memang perebutan kekuasaan terus berlanjut dalam kelembagaan-kelembagaan vital koperasi yang seharusnya menjadi motor penggerak gerbong – gerbong gerakan koperasi. Sebut saja kasus Dekopin yang tak kunjung selesai, Kopindo yang dililit hutang sampai hampir tidak mampu mengeluarkan biaya operasional untuk pengurus dan karyawanya atau FKKMI yang entah sampai kapan di bayang-bayangi kasus Dialog Budaya yang tidak begitu sukses di Yogyakarta. Siapa lagi? Hanya organisasi-orgainisasi regional seperti HKMY ( DIY), HKMS ( Jateng), dan AKMM (Jatim) yang sepertinya masih mampu mengawal arah perjuangannya meskipun dengan berbagai kendala.

Ironis memang, ditengah keterpurukan gerakan koperasi Indonesia para petualang politik masih saja mengobok-ngobok Dekopin yang menurut Pak Bus ( Bustanil arifin) adalah rohnya gerakan koperasi Indonesia. Virus korupsi dan pelanggaran pidana moral lainya di diagnosa sudah mencapai stadium akut di komponen vital koperasi.

Kenapa Dekopin sedemikian rapuh bahkan terkesan tidak berguna?. Kewenangan yang sentralistik gerakan koperasi yang dipegang Dekopin sebagai wadah tunggal koperasi menyebabkan organisasi yang di lahirkan pada konggres koperasi di Tasikmalaya itu sedemikian powerfull secara ekonomi dan politik. Muncullah para petualang politik yang tergoda untuk menggerogoti Dekopin secara idealisme dan finansial. Coba kita lihat apa yang dilakukan wadah tunggal kita tercinta saat Pasal 33 UUD 45 diamandemen dengan argumen yang sangat dangkal, kita semua tahu siapa dibalik semua ini? Kapitalisme global. Politikus-politikus, para wakil rakyat yang pro pasar dan berpikiran liberal dengan mudahnya menghapus mata rantai sejarah perjuangan bangsa dan harapan Indonesia dimasa datang hanya karena bisikan-bisikan destruktif penjahat-penjahat ekonomi. Fungsi advokasi Dekopin untuk dataran praktis sangat lemah. Regulasi-regulasi pemerintah yang pro pasar tidak mendapatkan perlawanan idealis yang semestinya, memang itu bukan hanya tanggung jawab Dekopin saja namun semestinya organisasi koperasi terbesar di Indonesia inilah yang menjadi detonatornya bersama pemuda koperasi.

Seiring dengan suburnya pemikiran-pemikiran pragmatis dan oportunis koperasi dan UKM semakin terpojok karena tidak punya tempat baik dalam wilayah politik maupun ekonomi, padahal fakta membuktikan sector KUKM jauh lebih mampu bertahan di tengah krisis di banding perusahaan skala besar. Kontraksi ekonomi nasional yang mencapai 12,6% pada tahun 1998 ternyata tidak terjadi pada wilayah sentra-sentra Industri kecil dan koperasi. Menghadapi musuh di depan mata seperti inipun Dekopin dan pemuda koperasi tidak melakukan gerakan yang berarti, diam seolah menunggu kehancuran sistem ekonomi yang pernah disebut sokoguru perekonomian Indonesia ini.

Belum lagi regulasi lain yang merugikan sector KUKM seperti penurunan pajak untuk gula dan beberapa produk lain yang sudah pasti akan mendesak pasar lokal.
Terakhir UU koperasi yang seyogyanya sudah dibahas pada tahun ini ternyata masuk kedalam urutan kategori tidak prioritas pada rencana pembahasan UU oleh MPR/DPR. Ini mengindikasikan jika UU Koperasi itu tidak akan di bahas tahun ini mungkin akan diwariskan kepada pemerintahan yang akan datang atau tidak sama sekali. Apa yang Dekopin lakukan dan gerakan koperasi susun? Nihil tidak ada. Dekopin sibuk dengan rebutan kekuasaanya dan kita hanya diam dengan kondisi yang serba carut-marut ini.

Belum lagi kasus DEKOPIN selesai meskipun sudah diadakan RAS versi pemerintah dengan Bapak Adi Sasono sebagai pemenangnya upaya-upaya rekonsiliasi gerakan pemuda banyak koperasi mengalami kendala. Indikasi upaya mempolitisasi gerakan pemuda koperasi menjadi trend, seperti ikut-ikutan seniornya, pemuda sibuk tarik-ulur kepentingan, ambil contoh RAT KOPINDO yang sangat kental nuansa politik, sampai diwarnai aksi WO dari beberapa delegasi dan menyisakan kubu-kubu sentral yang meskipun masih malu-malu tapi saling berupaya memperkuat posisi. Demikian juga Munas FKKMI di Unbraw Malang, 22-24 Desember 2005 lalu. Meskipun tidak seketat RAT KOPINDO karena skalanya berbeda namun embrio politisasi itu ternyata mulai muncul.

Selama pengaruh politik dan kepentingan pribadi masih bermain dalam gerakan koperasi selama itu juga sokoguru perekonomian hanya akan jadi slogan. Pembersihan menyeluruh harus sesegera mungkin dilakukan. Politikus oportunis yang menggunakan koperasi sebagai kendaraan politik sudah waktunya untuk tidak mendapat tempat. Intervensi pemerintah sedapat mungkin diminimalisir. Dengan langkah-langkah kongkrit ini koperasi dapat melakukan reformasi kelembagaan, idealisme sekaligus ekonomi. Kemajuan yang berarti akan dapat dicapai jika seluruh komponen terutama sektor ekonomi mendukung terciptanya kondisi yang kondusif untuk perkembangan koperasi.


*) Aktivis dan konsultan koperasi

Komuditas Politik Itu Bernama Koperasi


Indonesia Tidak lagi “nyaman” untuk koperasi. Perang kepentingan yang menjadi biang keladi kehancuran hampir semua sendi bangsa mewabah di gerakan sosial ekonomi yang paling dianggap “demokratis” ini. Tidak ada yang lebih buruk dari sebuah doktrin komunal tentang kepentingan kelompok yang terus mereduksi kekuatan gerakan koperasi. Sejarah membuktikan bahwa koperasi dengan segala manifestasinya tidak pernah lepas dari intervensi politik. Pendekatan kepada kekuasaan yang kemudian menggejala di hampir semua level birokrasi semakin memperlemah posisi tawar koperasi dalam proses sublimasi konsep ekonomi yang mengusung persamaan martabat dan hak manusia sebagai fundamen dasar gerakan arus bawah ini.

Demonologi koperasi sepertinya semakin kronis di tubuh koperasi menyusul ontran-ontran dalam wadah tunggal gerakan koperasi, Dekopin. Belum lagi peran gerakan pemuda koperasi yang dinilai kian melemah. Bukan hal yang aneh jika kemudian organisasi – organisasi yang mewadahi pemuda koperasi terkesan tidak mampu berbuat banyak, karena memang pemuda koperasi dianggap sebagai komuditas politik untuk kepentingan segelintir orang. Asumsi ini sama sekali bukan disebabkan oleh sentimen atau keberpihakan terhadap seseorang atau kelompok tapi didasarkan oleh fakta bahwa asset organisasi pemuda koperasi yang sedemikian banyak tidak dapat dinikmati oleh gerakan koperasi. Wajar jika angkatan muda tidak mampu berbuat banyak, karena memang perebutan kekuasaan terus berlanjut dalam kelembagaan-kelembagaan vital koperasi yang seharusnya menjadi motor penggerak gerbong – gerbong gerakan koperasi. Sebut saja kasus Dekopin yang tak kunjung selesai, Kopindo yang dililit hutang sampai hampir tidak mampu mengeluarkan biaya operasional untuk pengurus dan karyawanya atau FKKMI yang entah sampai kapan di bayang-bayangi kasus Dialog Budaya yang tidak begitu sukses di Yogyakarta. Siapa lagi? Hanya organisasi-orgainisasi regional seperti HKMY ( DIY), HKMS ( Jateng), dan AKMM (Jatim) yang sepertinya masih mampu mengawal arah perjuangannya meskipun dengan berbagai kendala.

Ironis memang, ditengah keterpurukan gerakan koperasi Indonesia para petualang politik masih saja mengobok-ngobok Dekopin yang menurut Pak Bus ( Bustanil arifin) adalah rohnya gerakan koperasi Indonesia. Virus korupsi dan pelanggaran pidana moral lainya di diagnosa sudah mencapai stadium akut di komponen vital koperasi.

Kenapa Dekopin sedemikian rapuh bahkan terkesan tidak berguna?. Kewenangan yang sentralistik gerakan koperasi yang dipegang Dekopin sebagai wadah tunggal koperasi menyebabkan organisasi yang di lahirkan pada konggres koperasi di Tasikmalaya itu sedemikian powerfull secara ekonomi dan politik. Muncullah para petualang politik yang tergoda untuk menggerogoti Dekopin secara idealisme dan finansial. Coba kita lihat apa yang dilakukan wadah tunggal kita tercinta saat Pasal 33 UUD 45 diamandemen dengan argumen yang sangat dangkal, kita semua tahu siapa dibalik semua ini? Kapitalisme global. Politikus-politikus, para wakil rakyat yang pro pasar dan berpikiran liberal dengan mudahnya menghapus mata rantai sejarah perjuangan bangsa dan harapan Indonesia dimasa datang hanya karena bisikan-bisikan destruktif penjahat-penjahat ekonomi. Fungsi advokasi Dekopin untuk dataran praktis sangat lemah. Regulasi-regulasi pemerintah yang pro pasar tidak mendapatkan perlawanan idealis yang semestinya, memang itu bukan hanya tanggung jawab Dekopin saja namun semestinya organisasi koperasi terbesar di Indonesia inilah yang menjadi detonatornya bersama pemuda koperasi.

Seiring dengan suburnya pemikiran-pemikiran pragmatis dan oportunis koperasi dan UKM semakin terpojok karena tidak punya tempat baik dalam wilayah politik maupun ekonomi, padahal fakta membuktikan sector KUKM jauh lebih mampu bertahan di tengah krisis di banding perusahaan skala besar. Kontraksi ekonomi nasional yang mencapai 12,6% pada tahun 1998 ternyata tidak terjadi pada wilayah sentra-sentra Industri kecil dan koperasi. Menghadapi musuh di depan mata seperti inipun Dekopin dan pemuda koperasi tidak melakukan gerakan yang berarti, diam seolah menunggu kehancuran sistem ekonomi yang pernah disebut sokoguru perekonomian Indonesia ini.

Belum lagi regulasi lain yang merugikan sector KUKM seperti penurunan pajak untuk gula dan beberapa produk lain yang sudah pasti akan mendesak pasar lokal.
Terakhir UU koperasi yang seyogyanya sudah dibahas pada tahun ini ternyata masuk kedalam urutan kategori tidak prioritas pada rencana pembahasan UU oleh MPR/DPR. Ini mengindikasikan jika UU Koperasi itu tidak akan di bahas tahun ini mungkin akan diwariskan kepada pemerintahan yang akan datang atau tidak sama sekali. Apa yang Dekopin lakukan dan gerakan koperasi susun? Nihil tidak ada. Dekopin sibuk dengan rebutan kekuasaanya dan kita hanya diam dengan kondisi yang serba carut-marut ini.

Belum lagi kasus DEKOPIN selesai meskipun sudah diadakan RAS versi pemerintah dengan Bapak Adi Sasono sebagai pemenangnya upaya-upaya rekonsiliasi gerakan pemuda banyak koperasi mengalami kendala. Indikasi upaya mempolitisasi gerakan pemuda koperasi menjadi trend, seperti ikut-ikutan seniornya, pemuda sibuk tarik-ulur kepentingan, ambil contoh RAT KOPINDO yang sangat kental nuansa politik, sampai diwarnai aksi WO dari beberapa delegasi dan menyisakan kubu-kubu sentral yang meskipun masih malu-malu tapi saling berupaya memperkuat posisi. Demikian juga Munas FKKMI di Unbraw Malang, 22-24 Desember 2005 lalu. Meskipun tidak seketat RAT KOPINDO karena skalanya berbeda namun embrio politisasi itu ternyata mulai muncul.

Selama pengaruh politik dan kepentingan pribadi masih bermain dalam gerakan koperasi selama itu juga sokoguru perekonomian hanya akan jadi slogan. Pembersihan menyeluruh harus sesegera mungkin dilakukan. Politikus oportunis yang menggunakan koperasi sebagai kendaraan politik sudah waktunya untuk tidak mendapat tempat. Intervensi pemerintah sedapat mungkin diminimalisir. Dengan langkah-langkah kongkrit ini koperasi dapat melakukan reformasi kelembagaan, idealisme sekaligus ekonomi. Kemajuan yang berarti akan dapat dicapai jika seluruh komponen terutama sektor ekonomi mendukung terciptanya kondisi yang kondusif untuk perkembangan koperasi.


*) Aktivis dan konsultan koperasi

http://manajemen-koperasi.blogspot.com/2009/06/makalah-ekonomi-koperasi.html

Selasa, 04 Oktober 2011

Koperasi terbukti tidak terkena imbas dampak krisis keuangan global, bahkan dinilai merupakan solusi terbaik untuk menghadapi krisis yang terjadi akibat kekurangan likuiditas.

Artikel Tentang Koperasi, 09 Jan 2009
Koperasi Tidak Kena Imbas Krisis Ekonomi
Koperasi terbukti tidak terkena imbas dampak krisis keuangan global, bahkan dinilai merupakan solusi terbaik untuk menghadapi krisis yang terjadi akibat kekurangan likuiditas.

"Yang namanya koperasi nyaris terhindar dari krisis keuangan global," kata Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Drs Neddy Rafinaldy Halim, M.S. di Jakarta, Selasa (21/10).

Ia mencontohkan, di Vietnam yang selama ini merupakan salah satu negara partner terbaik Amerika Serikat (AS), krisis keuangan yang terjadi di AS saat ini nyaris tidak menimbulkan dampak apa pun terhadap koperasi.

Menurut dia, hal itu terjadi karena koperasi di mana pun selalu mengedepankan prinsip kemandirian sehingga tidak sepenuhnya tergantung pada dunia perbankan.

"Koperasi di sana (Vietnam) terhindar dari krisis karena mampu menunjukkan kemandirian yang baik," katanya.

Tingkat ketergantungan koperasi di Vietnam terhadap dana perbankan hanya 1%.
"Itu artinya 99% sisanya berasal dari kemampuan anggotanya sehingga koperasi terbukti benar-benar mampu menerapkan prinsip kemandirian," katanya.

Prinsip kemandirian dan kerja sama yang baik antaranggota koperasi itulah yang selayaknya diterapkan pada sekitar 27.000-29.000 anggota koperasi di seluruh Indonesia untuk menghadapi krisis keuangan.

Di Indonesia sendiri sayangnya prinsip kemandirian dan kerja sama yang baik belum diterapkan dengan benar, sehingga krisis keuangan global masih merupakan ancaman serius bagi perekonomian di Tanah Air.

"Esensi membangun koperasi di antaranya kemandirian dan kerja sama harus disadari bersama-sama," katanya.

Ia mengatakan, prinsip-prinsip koperasi sangat ideal diterapkan di mana saja. Neddy mencontohkan di AS yang justru menerapkan ekonomi liberal sebanyak 70% warga negaranya menjadi anggota koperasi.

"Rakyat di negara-negara maju di Eropa juga sebagian besar menjadi anggota koperasi karena mereka menyadari esensi membangun koperasi," katanya. (kpl/meg)

Sumber: KapanLagi.com

http://www.dataworks-indonesia.com/resource/cooperative/index.php?act=article&id=550&title=Artikel%20Tentang%20Koperasi&title2=Koperasi%20Tidak%20Kena%20Imbas%20Krisis%20Ekonomi

MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.

a. KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)

Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.

Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.

Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.

Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.

Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.

Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola hubungan koperasi dan anggota di KUD. Akibatnya sering terjadi “koperasi yang tidak berkoperasi” atau dikenal pula sebagai “koperasi pengurus” dan “koperasi investor” karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda, melakukan transaksi satu dengan lainnya, bahkan tidak jarang saling berbeda kepentingan : pengurus dan ‘investor’ disatu pihak, anggota dipihak lainnya.

Dari beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.

b. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.

1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.

Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.

2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.

Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.

3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.

Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan (enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.

4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.

Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.

5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :

a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,

b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,

c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,

d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan

e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.

Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.

Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.

Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.

6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.

Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.

Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.


c. MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA

Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :

1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.

Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.

2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.

Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.

3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.

Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.

4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.

Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.

5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.

Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.

6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.

Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.

7. Peningkatan Citra Koperasi

Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.

8. Penyaluran Aspirasi Koperasi

Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.

d. CATATAN PENUTUP

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan. Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.---




Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi : Direktur Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)

Makalah disampaikan dalam Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Koperasi, Jakarta, 21 Mei 2002.

Tulisan ini merupakan bentuk penulisan ulang dari beberapa pemikiran yang diajukan penulis dalam buku “Membangun Koperasi Pertanian Berbasis Anggota” Djabarudin Djohan dan Bayu Krisnamurthi (Ed). LSP2I, Inkopdit dan Yappika (2000) hasil Kegiatan Fact-Finding dan Lokakarya Lokal diselenggarakan atas kerjasama LSP2I, Yappika, dan PSP-IPB.

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm