Sabtu, 31 Maret 2012

Hukum Perikatan

Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.


Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Asas hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
• Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan utang;
d. Perjumpaan utang atau kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya suatu syarat batal;
j. Lewat waktu.


Sumber.
http://kennysiikebby.wordpress.com/2011/03/07/hapusnya-perikatan/
http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/wanprestasi-dan-akibat-akibatnya/
http://naomidesucantik.blogspot.com/2011/04/asas-hukum-perikatan.html
http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/dasar-hukum-perikatan/
http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/hukum-perikatan.html

Hukum Perdata

Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengertian hukum privat (hukum perdata materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancismenguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

Keadaan dan Pengertian Hukum Perdata di Indonesia

Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukumyang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti luas yang meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil,juga dikenal Hukum Perdaya Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memut segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan perdata.

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat,pendapat yang pertama yaitu,dari pemberlaku Undang-Undang berisi :
Buku I : Berisi mengenai orang (Hukum tentang diri seseorang dan
kekeluargaan)
Buku II : Berisi tentang hal benda (Hukum kebendaan dan hukum waris)
Buku III : Berisi tentang hal perikatan (Hak-hak & kewajiban timbal balik)
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa

Pendapatan yang kedua menurut ilmu Hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
1. Hukum tentang diri seseorang (Pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subjek dalam hukum,mengatur tentang prihal kecakapan untuk memilliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari kekeluargaan yaitu :
• Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri,hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele.
3. Hukum kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang,oleh karnanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
• Hak seorang pengarang atas karangannya.
• Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagangan untuk memakai sebuah merk dinamakan hak mutlak saja.
4. Hak warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan sesorang jika ia meninggal. Di samping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sumber.
http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://shintaardilawati.blogspot.com/2012/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html

Senin, 26 Maret 2012

ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN DAN ASURANSI

ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN DAN ASURANSI

I. Aspek Hukum dalam Perbankan
A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis Transaksi
Hukum perbankan (banking law) adalah hukum yang mengatur masalah perbankan. Merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundangan undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain - lain sumber hukum yang mengatur masalah – masalah perbankan sebagai lembaga dan aspeknya. Dalam perbankan ada dua jenis transaksi, yaitu :
 Transaksi tunai : suatu metode menjalankan finansial secara khusus melalui penggunaan mata uang
 Transaksi usaha : metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan finansial, yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.

B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, teknologi, filsafat, dan lain sebagainya.
Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam :
 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan
 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
 UU No. 24 Tahun 1999 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar
 Kitab undang - undang hukum perdata
 UU tentang perseroan terbatas
 UU tentang pasar modal







C. Asas-Asas Hukum Perbankan
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum ( khusus ) yaitu :
 Asas demokrasi ekonomi
Asas demokrasi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang diubah. Ini berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip - prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
 Asas kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya.
 Asas kerahasian
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain - lain dari masalah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masayarakat yang menyimpan uangnya di bank.
 Asas kehati – hatian
Asas kehatian - hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati - hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang di percayakan padanya. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati - hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.

D. Fungsi dan Tujuan Perbankan dalam Kehidupan Ekonomi Nasional Bangsa Indonesia
J Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung kepada peminjam.
J Meningkatkan taraf hidup, pemeratan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi nasional rakyat banyak, bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja.
J Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
J Melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip kehatian - hatian

E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank , yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
 Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dan milik masyarakat (para penyalur dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk - produk perbankan seperti deposito, tabungan giro, dan sebagainya.
 Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.

II. Aspek Hukum dalam Asuransi
A. Pengertian Asuransi Menurut Undang-Undang dan Secara Garis Besar
 Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal I
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
 Secara Garis Besar
“Asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi”.





B. Syarat Syahnya Perjanjian Asuransi
 Diatur dalam pasal 1320 KUHP
 Ditambah ketentuan Pasal 251 KUHD tentang pemberitahuan (notification), yakni tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan menjadi batal.

C. Beberapa Macam Resiko yang Dapat Diasuransikan, Antara Lain :
• Resiko terbakarnya bangunan dan/atau harta benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
• Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
• Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
• Banjir, angin topan, badai, gempa bumi, tsunami.

D. Setiap Asuransi Pasti Bermanfaat, yang Secara Umum Manfaatnya Adalah :
 Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak
 Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
 Transfer Resiko, dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
 Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
 Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
 Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
 Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.





E. Objek dari Pertanggungan dalam Perjanjian Asuransi, meliputi :
 Objek benda dan jasa
 Kesehatan
 Tanggungjawab hukum
 Serta objek lainnya yang mungkin hilang, rusak ataupun berkurang nilainya

F. Unsur-Unsur Asuransi
 Subyek hukum ( penanggung dan tertanggung )
 Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung
 Benda asuransi dan kepentingan tertanggung
 Tujuan yang ingin dicapai
 Resiko dan premi
 Evenement (suatu peristiwa belum tentu akan)
 Syarat-syarat yang berlaku
 Polis asuransi

G. Hal-Hal yang Penting dalam Asuransi
 Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi pasal 1320 KUH perdata
 Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh perusahaan asuransi ( kontrak standar ).
 Terdapat 2 pihak di dalamnya yaitu penanggung dan tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan. Penanggung : pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga terlaksana. Tertanggung : Pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung.
 Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi.
 Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.








H. Tujuan Asuransi
 Pengalihan risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.
 Pembayaran ganti kerugian
Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya.
 Berlakunya asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan.
 Polis asuransi
 Fungsi polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak.
 Isi polis
Menurut pasal 256 KUHD, isi polis (kecuali asuransi jiwa) adalah sebagai berikut :
1. Hari pembuatan perjanjian asuransi
2. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk orang ketiga
3. Uraian yang jelas mengenai benda obyek asuransi
4. Jumlah yg dipertanggungkan
5. Bahaya-bahaya yg ditanggung oleh penanggung
6. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung
7. Premi asuransi
 Jenis-jenis polis
a) Polis bursa (Amsterdam & Rotterdam)
b) Polis perjalanan (voyage policy)
c) Polis waktu (time policy)
 Klausula dalam polis
1) Klausula Premier Risque
2) Klausula All Risk (kecuali 276 & 249 KUHD)
3) Klausula renuntiatie (renunciation)
4) Klausula from Particular Average (FPA)
5) Klausula with Particular Average (WPA)

I. Prinsip-Prinsip dalam Asuransi
 Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yg mungkin akan lenyap atau berkurang karena peristiwa tidak tentu.
 Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith)
 Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)
 Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle)
 Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle)
 Prinsip Kontribusi
 Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bagi re-asuransi.

J. Kejahatan-Kejahatan Perasuransian
 Menjalankan usaha perasuransian tanpa ijin
 Penggelapan premi asuransi
 Penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, pengagun kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan
 Pemalsuan dokumen perusahaan asuransi
 Tindak pidana yg dilakukan oleh atau atas nama nama badan hukum/bukan badan hukum

K. Pembinaan dan Pengawasan Usaha Perasuransian
 Kesehatan Keuangan (batas tingkat solvabilitas, retensi sendiri, reasuransi, investasi, cadangan teknis dan ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan).
 Penyelenggaraan Usaha Asuransi (syarat-syarat Polis, tingkat premi, penyelesaian klaim, persyaratan keahlian di bidang perasuransian, ketentuan lain yg berhubungan dengan penyelenggaraan usaha).
Disamping orang memanfaatkan asuransi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, disini kita juga sering menemukan pihak-pihak yang memanfaatkan asuransi ini dengan kecurangan-kecurangan, misalnya mereka menjalankan usaha perasuransian tanpa ijin, penggelapan premi asuransi, penggelapan kekayaan perusahaan asuransi, sebagai penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, penggunaan kekayaan perusahaan asuransi dengan hasil penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi dan tindak pidana yg dilakukan oleh atau atas nama badan hukum/bukan badan hukum.



Namun secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut :
1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
5) KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6) KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
7) KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.























III. Contoh Kasus : IBI Berharap UU Perbankan Jadi Rujukan Kasus Perbankan
Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Bankir Indonesia (IBI) berharap, para pelaku hukum lebih merujuk ke Undang-undang Perbankan dalam kasus hukum di industri perbankan.
"Seharusnya para pelaku hukum lebih dahulu menerapkan UU perbankan," kata Ketua Bidang Sosial dan Olahraga IBI, Bambang Setiawan, dalam acara "Media Gathering" di Jakarta, Jumat.
Hal ini diungkapkan Bambang, yang juga menjabat Direktur Bank Mandiri, melihat beberapa kasus yang menyangkut pelanggaran perbankan langsung dihadapkan pada UU lain, seperti UU anti korupsi dari Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Jadi, bagi bankir yang salah melakukan prediksi pasar tidak harus langsung berhadapan dengan UU Korupsi, melainkan UU Perbankan," harapnya.
Namun, lanjutnya, jika bankir itu dengan sengaja melakukan tindakan penggelapan dengan sengaja baru akan berhadapan dengan UU korupsi.
Bambang juga mengungkapkan, saat ini sedang berlangsungnya uji materiil UU Perbankan, dan nantinya bisa menjabarkan permasalahan perbankan secara detail dan bisa dijadikan rujukan langsung pelaku hukum di Indonesia dalam menghadapi masalah yang ada di perbankan.
Sementara itu, Direktu Eksekutif IBI, Martono Soeprapto, mengatakan bahwa dengan banyaknya kasus hukum, IBI juga memiliki bidang advokasi.
Menurut Martono, bidang ini dapat dijadikan untuk melakukan kajian terhadap berbagai masalah yang yang berhubungan dengan hukum.
Namun, katanya, bidang ini tidak memberikan bantuan hukum terhadap anggotanya, hanya membantu terhadap mencarikan pengacara yang menguasai masalah perbankan. (*)
Editor: Priyambodo RH








DAFTAR PUSTAKA


 http://www.kabarsaham.com/2011/kpk-belum-temukan-pelanggaran-dpr-heran.html
 http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dsar-dasar-hukum-asuransi/
 http://anandaputrinanda.blogspot.com/2012/03/aspek-hukum-dalam-perbankan-dan.html
 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/tugas-aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-tentang-asuransi/
 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-asuransi-dalam-aspek-hukum-ekonomi/
 http://www.antaranews.com/view/?i=1198838941&c=EKB&s=

Sabtu, 10 Maret 2012

Subjek dan Objek Hukum

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

2.1 Manusia Biasa ( Natuurlijke Persoon )
Manusia sebagai subjek hukum ialah, seseorang yang mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
Manusia sebagai subjek hukum dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum, kecuali dalam undang-undang dinyatakan seperti tidak cakap.
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

2.2 BADAN HUKUM ( Rechts Person )
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
1. Didirikan dengan akta notaris.
2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

2.3 OBJEK HUKUM
Objek hukum ialah benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaan
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan.
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas.

Benda tidak bergerak dibedakan atas tiga yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.

3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).

2.4 HUKUM BENDA ( Zaken Recht )
Hukum benda dalah peraturan – peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak sedangkan lawannya hak yang nisbi atau hak relative.
2.5 Hak Keberadaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Utang ( Hak
Jaminan )
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
2.6 Macam – Macam Pelunasan Utang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
• Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
• Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
2.7 Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai yakni :
• Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
• Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
• Adanya sifat kebendaan.
• Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
• Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
• Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
• Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
1. Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
2. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
3. Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
4. Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
5. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
2.8 Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :
1. Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
2. Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
3. Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
4. Obyeknya benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :
Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.9 Perbedaan Gadai dan Hipotik
Perbedaan gadai dengan hipotik berada pada sifat masing dan objek masing- masing
2.10 Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut :
1. Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .
2. Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).
3. Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut :
• Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
• Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
• Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang.
• Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang pendaftaran.
Obyek hak tanggungan yakni :
1. Hak milik (HM).
2. Hak guna usaha ( HGU).
1. Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
2. Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.

2.11 Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
Sifat jaminan fidusia yakni :
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain :
• Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
• Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut :
• Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
• Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
• Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.


http://ughytov.wordpress.com/2011/05/18/bab-ii-subjek-dan-objek-hukum/

Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
PENGERTIAN HUKUM
Menurut Aristoteles , hukum adalah dimana masyarakat menaati dan menerapkannya dalam anggotanya sendiri.
 Menurut Grotius, hukum adalah suatu aturan dari tindakan moral yang mewajibkan pada suatu yang benar.
 Menurut Van kan, hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindumgi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Hukum meliputi beberapa unsur :
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa
3. Peraturan itu di adakan oleh badan-badan resmi.
4. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas.
TUJUAN HUKUM
Dengan adanya Hukum di Indonesia maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
1. Sumber-sumber hokum Material
2. Sumber-sumber hokum formal yaitu :
1. Undang-undang (statute)
2. Kebiasaan (costum)
3. Keputusan-keputusan hakim
4. Traktat (treaty)
5. Pendapat Sarjana hokum (doktrin)



KODIFIKASI HUKUM
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
• Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
a. Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
b. Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
• Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1. Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Isinya :
1. Politik hukum lama
2. Unifikasi di zaman Hindia Belanda (Indonesia) gagal
3. Penduduk terpecah menjadi;
a. penduduk bangsa Eropa
b. penduduk bangsa Timur Asing
c. penduduk bangsa pribadi (Indonesia)
4. Pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula.
5. Pendidikan bangsa Indonesia ;
a. Hasil Pendidikan Barat
b. Hasil Pendidikan Timur
þ unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
þ Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh :
a. Kepastian hukum
b. Penyerderhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
PENGERTIAN EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
PENGRTIAN HUKUM EKONOMI
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
þ Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara Nasional.
2. Hukum Ekonomi social, adlah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.





http://lailly0490.blogspot.com/2010/03/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html
http://vanezintania.wordpress.com/2011/02/27/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi/